- 2019/2020
- Adminisrasi Guru
- Akreditasi
- Akreditasi PAUD
- beasiswa
- Buku Paket
- Celoteh
- Cerita Seri
- Diary Galau
- HANYA CERPEN
- Informatika
- Kurikulum 2013 Revisi 2018
- Modul
- MTs
- Otomotif
- PERANGKAT
- Perangkat SMA
- PROSEM
- Provider Seluler
- Puisi
- Resep Masakan
- RPP
- Soal dan Jawaban
- Soal Dan Kunci Jawaban
- Soal Multimedia
- Teks Laporan
- Teks Rekaman Percobaan
- True Story
CORETAN MAMA MUDA
AKU MENJADI JANDA KARENA NANDA (part 6)
Pov Nanda
Aku menatap langit-langit kamarku. Sungguh malas rasanya beranjak dari kasur, sedari pagi hingga siang ini aku belum keluar dari kamar. Entahlah, hari-hariku terasa menjemukan.
Ada kehampaan yang terasa di dada. Tiga bulan lagi aku akan menikah dengan Mila, wanita yang sesungguhnya tidak kucintai. Dulu, aku memang sempat tertarik padanya lalu melancarkan aksi pedekate. Namun setelah melalui hari-hari bersamanya selama tiga bulan, ternyata dia bukan tipe perempuan impianku. Tak ada hal buruk memang, aku hanya merasa tidak cocok saja. Mila membosankan menurutku. Namun aku memang bukan tipe laki-laki yang suka bertele-tele menjelaskan atau menghindar pelan-pelan untuk membuatnya menjauh. Jadi aku lebih memilih langsung memutus kontak saja dengan dia. Aku sudah tidak terlalu berminat untuk sekedar jalan bareng atau berbalas chat darinya yang kerap menanyakan kabar. Sengaja kubiarkan saja chat darinya, nanti juga pasti dia lelah sendiri jika tak pernah kubalas.
Sebagai lelaki keren, tentu saja selama belum punya ikatan pacaran, aku tak hanya melakukan aksi pendekatan dengan hanya satu wanita. Di waktu yang bersamaan, selain jalan dengan Mila, aku juga jalan dengan Irma. Sah-sah saja bukan? Toh aku dan Mila baru berteman, belum pernah memproklamirkan status pacaran. Ya, meskipun kami sudah sangat mesra sih.
Karena menjalani hubungan dengan Mila dan Irma di saat bersamaan, aku jadi bisa membandingkan perbedaan antara keduanya. Irma lebih dewasa dan keibuan, tipe perempuan yang tidak neko-neko, berdandan sederhana dan entahlah, aku merasa lebih nyaman saja bersama Irma. Plis jangan anggap aku jahat jika meninggalkan Mila, karena yang namanya hati tak bisa dipaksakan. Kalau hatiku memang merasa lebih nyaman dengan Irma, dimana letak salahnya? Tak ada kan.
Akhirnya, aku memutuskan untuk berpacaran dengan Irma. Irma sebenarnya adalah seorang janda, suaminya meninggalkannya demi perempuan lain. Jadilah Irma saat ini mengurus anak tunggalnya seorang diri. Aku tak pernah mempermasalahkan status Irma, yang terpenting aku merasa nyaman saat bersama dia. Bahkan Dafi, anaknya Irma sangatlah lucu, membuatku betah berlama-lama bersama mereka.
Sampai akhirnya suatu hari Mama memberitahuku bahwa Oma akan membagikan harta warisannya, dan syaratnya adalah bahwa semua Cucu harus sudah menikah. Mama, Papa, Kak Ardi dan Mbak Lina tentu sangat senang mendengar kabar ini. Ya siapa sih yang tidak senang jika mendapat harta warisan? Akupun senang tentunya. Dan tentu saja karena syarat itu, mereka semua mendesakku agar segera menikah.
Akupun mempertemukan Irma pada keluargaku, memperkenalkannya sebagai calon Istri yang akan segera kunikahi. Namun ternyata respon keluargaku terutama Mama, sungguh di luar dugaan. Mama marah besar dan tak merestui hubungan kami. Padahal aku sendiri tak masalah jika Irma janda, dan merasa tuntutan keluarga agar aku segera menikah, bisa kujadikan kesempatan agar mereka bisa menerima Irma. Tapi ternyata tidak, Mama merasa martabat keluarga akan jatuh dan dicemooh oleh kerabat lainnya jika Ia bermantukan seorang janda. Ah, Mama payah!
"Mas Nanda," tiba-tiba terdengar panggilan yang diiringi suara ketukan dari balik pintu kamarku, membuyarkan lamunanku.
"Masuk," jawabku malas.
Pintu terbuka, terlihat Ipang, karyawan di tokoku, telah berdiri di depan pintu.
"Maaf ganggu, Mas. Itu di bawah ada teh Mila."
"Aduh, ngapain sih tu orang pake ke sini segala?" jawabku ketus. Aku sungguh sedang tidak bersemangat hari ini. Dan kedatangan Mila justru membuat mood-ku semakin memburuk.
"Dia bawain makan siang katanya buat Mas Nanda, biar bisa makan bareng." ujar Ipang menjelaskan.
"Gue lagi mager banget ini, males turun. Bilang ajalah gue lagi sibuk. Suruh pulang aja dia." jawabku.
"Jadi nggak mau nemuin barang sebentar aja gitu, Mas?" tanya Ipang lagi.
"Enggaklah, males gue. Pokoknya bilang aja gue lagi sibuk banget, ada kerjaan penting yang nggak bisa ditinggal. Suruh buru-buru pulang, jangan sampe dia nungguin ya." titahku pada Ipang.
"Hmm, yaudah kalau gitu, Mas." Ipang berbalik dan melangkah keluar kamar.
"Eh, Pang, tunggu dulu!" panggilku sebelum Ia melangkah jauh.
"Iya, ada apa, Mas?"
"Nanti kalau Milanya udah pulang, makanan yang dia bawa, anterin ke sini ya. Kebetulan udah laper banget nih, belum makan dari pagi. Lumayan hemat nggak usah beli ke warung depan, makan gratis siang ini kita." Ujarku sambil terkekeh.
"Oke siap, Bos." jawab Ipang sambil nyengir.
Ah, sorry ya Mila .... aku tidak menemuimu. Aku sedang butuh waktu sendiri, untuk menata hati dan mempersiapkan mental untuk menghadapi pernikahan. Sungguh aku belum siap melepas masa lajang, tapi ya mau gimana lagi ... nominal warisan yang akan kudapat dari Oma itu bukan main-main, cukup menggiurkan. Bisa kupakai untuk bersenang-senang, minum-minum dan nongkrong di Klub malam selama beberapa tahun tanpa harus bekerja keras.
***
Aku menikmati makan siang gratisan yang dibawa oleh Mila. Lumayan, uang makan siang bisa kupakai untuk membeli rokok.
Hmm, sebenarnya Mila cukup perhatian, hanya saja entahlah ... hatiku sudah dipenuhi oleh Irma, sehingga perhatian Mila pun belum mampu menggetarkan hatiku.
Aku memang sudah putus dengan Irma, karena Mama tak merestui hubungan kami. Dan setelah kami putus, Mama menyuruhku cepat mencari pengganti. Karena Mama kenal Mila dan Mama tau bahwa dulu aku pernah dekat dengannya, Mama pun menyuruhku untuk kembali saja pada Mila. Sebenarnya aku sudah tidak berminat dengan Mila, tapi demi agar secepatnya bisa mendapat warisan, ya sudahlah kuikuti saja kemauan Mama. Mencari perempuan lain tentu akan butuh waktu lama karena harus pendekatan lagi. Sementara Mila, aku tau Dia masih mengharapkanku, jadi jika aku melamar dan mengajaknya menikah tentulah itu hal yang tak terlalu sulit.
Dan ketika aku melamar Mila, seperti dugaanku, Ia langsung menerima. Sebenarnya Ia sempat terlihat ragu ketika itu, tapi aku keluarkan saja jurus mulut manisku ini, dan Mila semudah itu kugoyahkan. Baiklah, ini pasti akan menyenangkan. Mila sepertinya tipe istri yang penurut dan bucin akut, jadi akan lebih mudah bagiku untuk membuatnya tunduk padaku.
Hanya saja keluarga Mila sempat membuat Mamaku kesal. Ayah Mila sepertinya terlalu mendikte Mila, dan Mila pun terlalu lemah untuk melawan. Semua ucapan Ayahnya tak pernah berani Ia bantah. Hmm, lihat saja nanti setelah menikah. Mila harus lebih tunduk kepadaku daripada dengan orang tuanya. Karena wanita jika sudah menikah, suamilah yang paling pertama harus ia patuhi, benar kan?
Bahkan waktu itu, Aku juga sempat kesal karena Ayah Mila terus-terusan menelfonku menanyakan kapan uang hantarannya akan ditransfer. Sungguh tidak sabaran. Jika jawaban dariku tidak membuatnya puas, Ia mencari jalan lain dengan menelfon Papaku. Astagaa, Papa juga sampai tersulut emosinya. Heran saja, rasa-rasanya dari yang kutau dari pengalaman teman-teman yang sudah menikah, belum ada yang kejadian calon Besan mengejar terus-terusan untuk minta transferan uang hantaran, sudah seperti debt collector saja. Lagian, uang itu belum ditransfer juga kan karena Mila sendiri, karena kekurangannya yang Sepuluh juta belum juga cair dari kantornya karena ada beberapa kendala. Desakan yang terus menerus dari Ayahnya Mila ini sebenarnya cukup mengganggu. Jika ditransfer separuhnya dulu, Ia tidak mau. Harus langsung full dan tidak mau menunggu lama. Ah, menyebalkan sekali jika mengingatnya. Sikap Ayah Mila yang seperti ini sebenarnya membuat Papa dan Mamaku cukup Ilfeel, respect mereka terhadap keluarga Mila jadi semakin menurun. Dan hal ini juga yang terkadang membuat mood-ku memburuk ketika berhadapan dengan Mila.
Baiklah, tiga bulan lagi aku akan segera mengakhiri masa lajangku. Kita lihat saja, yang jelas aku tak mau jika sudah menikah kebebasanku jadi terenggut dan beban fikiranku jadi bertambah karena punya tanggung jawab menafkahi Mila. Tidak, tidak! Aku tak mau pernikahan menjadi hal buruk nan menakutkan yang membuatku merasa terkekang! Mila harus manut dan jadi istri yang penurut. Aku harus bisa membuatnya tak bisa membantah apapun keinginanku!
Bersambung
*siapa di sini yang kesel sama Nandaa? Sabar yaa, jangan ditimpukin 😂 mending timpukin Author, pake duit segepok tapi 🤣wkkwk
Baca juga
Contributor
- Anish
- Kamu tidak akan pernah tau, sampai kamu mengalaminya sendiri
Posting Komentar
Posting Komentar