AKU MENJADI JANDA KARENA NANDA (part 5)

Mila tiba di kantor dengan keadaan lesu. Fikirannya masih kacau, Ia bingung harus melangkah maju atau mundur. Di satu sisi Ia banyak merasakan kejanggalan pada sikap Nanda, dan itu membuatnya merasa ingin menyerah saja. Tapi di sisi lain, entah mengapa Ia merasa sungguh berat jika harus melepaskan Nanda. Ia sendiri tak mengerti apa yang membuatnya begitu cinta pada Nanda. 


Jam istirahat sudah habis. Tapi karena Mila adalah marketing, jam kerjanya fleksibel. Hari ini Ia tidak sedang kebagian jadwal piket jaga kantor ataupun piket di lokasi proyek, jadi Ia bebas. Mila berniat menuju Kafe  yang hanya berjarak 5 meter dengan kantor. Duduk santai sembari menyeruput minuman dingin sepertinya bisa sedikit merefresh otaknya.


Sesampainya di sana, Mila segera memesan Dalgona Coffe kesukaannya. Tak sampai sepuluh menit, pesanan sudah terhidang di mejanya. Baru saja Ia akan mengucapkan terima kasih pada pelayan, tapi tiba-tiba Ia mendengar percakapan dua orang laki-laki yang suaranya sangat Ia kenal.


"Eh, lu udah denger kabar kan kalo si Nanda bentar lagi mau nikah sama Mila?" ujar Deni pada Yusuf yang sedang melahap sepiring Chicken Karaage di sebelahnya. 


Deni dan Yusuf adalah rekan kerja Mila di kantor, hanya saja berbeda divisi.  Deni di divisi Teknik, sementara Yusuf di divisi keuangan. Mereka berdua sepertinya tak menyadari keberadaan Mila, karena posisi duduk keduanya membelakangi meja Mila yang baru saja datang beberapa menit yang lalu.


"Udah taulah. Sebelum kalian tau, gue udah tau duluan. Nanda cerita langsung soalnya sama gue." ujar Yusuf.


"Oh iya sih, elu kan sering nongkrong bareng ya sama Nanda Cs." Deni menimpali.


"Yoi." 


"Eh tapi menurut lu, tiba-tiba banget nggak sih Nanda sama Mila tuh? Gue pas pertama denger agak kaget ya, soalnya sebulan yang lalu si Nanda kan masih pacaran sama Irma. Emang sih udah putus. Tapi kok tiba-tiba aja nggak pake lama mau nikah aja tu orang sama si Mila." Deni bertanya lagi. Pertanyaan ini membuat Mila semakin menajamkan pendengarannya.


"Oh, sama Irma mah kan nggak disetujui Emaknya. Wong Nanda perjaka, masih muda, masa iya nikah sama janda, hahaha." Yusuf menjawab sembari terkekeh.


"Iya, gue pahamlah ya kalo Bu Ida nggak kasih restu ke si Irma karna statusnya. Tapi maksud gue, kenapa tiba-tiba dia ngajakin nikah si Mila? Pelampiasan doang apa gimana?" tanya Deni lagi.


"Sebenernya ini rahasia sih, tapi lu jangan kasih tau siapa-siapa ya. Apalagi sama anak-anak kantor, bisa jadi bahan gosip nih ntar." Yusuf berucap serius. Mila yang duduk di belakang mereka, semakin penasaran menunggu kelanjutan percakapan itu.

Pembaca  juga kaaan? Hayoo ngaku hahahaha.


"Iya ...  apaan sih emang?"


"Gue denger ini dari Pak Triono. Kan doi sohiban tuh sama Nanda. Jadi Nanda cerita kalo dia nikahin Mila buat syarat doang." Yusuf mulai bercerita.


"Syarat apaan maksudnya?" Deni nampak penasaran. Apalagi Mila yang sedang menguping di belakang.


"Jadi orangtuanya Bu Ida, alias neneknya Nanda tuh mau bagi-bagi warisan. Tapi karena neneknya masih hidup, jadi syarat dari neneknya tuh ya harta warisan hanya bisa dibagikan kalau semua cucu sudah menikah. Nah, karena Nanda anak bungsu dan dia satu-satunya yang belum nikah, jadilah kakak-kakaknya Nanda dan juga Bu Ida maksain Nanda untuk cepet nikah. Biar cepet cair tu duit warisan." ujar Yusuf lagi.


Bagai tersambar petir Mila mendengar percakapan itu. Serasa tak percaya atas apa yang baru saja Ia dengar. Apakah ini penyebab Nanda datang tanpa babibu lalu menyerahkan cincin? Apakah ini juga jawaban atas kejanggalan semua sikap Nanda selama ini?

Ah, Mila berharap semua ini hanya mimpi.


"Oh, pantesan tiba-tiba banget kabar nikahnya. Trus kenapa Nanda milih si Mila?" Deni tampak masih penasaran.


"Ya kan emang dulu itu mereka sempat deket sih, suka jalan bareng gitu. Nah Bu Ida tuh yang nawarin ke Nanda. Karena Bu Ida kan konsumen kantor kita ya, sedikit banyak dia taulah ya tentang Mila. Kata Bu Ida balik lagi aja sama si Mila, kan kerjaannya bagus tuh, marketing perusahaan besar. Lumayan gaji sama fee penjualan rumahnya gede, bisa buat nambah-nambah koleksi emas. Hahaha kocak yaa pikiran emak-emak." Yusuf terkekeh lagi.


Semakin panas hati Mila. Ia sudah tak sanggup menguping kelanjutan percakapan kedua rekan kerjanya yang sampai saat ini tetap tak menyadari keberadaannya itu. Ditinggalkan Kafe dengan segera. Niat hati ingin mendinginkan otak,  tapi kenyataannya hatinya malah semakin panas di sini.


Bersambung


*menurut kalian, cerita Yusuf itu hoax apa bukan ya?

Tunggu kelanjutannya di next part yaaa 😁

Baca juga

Posting Komentar