- 2019/2020
- Adminisrasi Guru
- Akreditasi
- Akreditasi PAUD
- beasiswa
- Buku Paket
- Celoteh
- Cerita Seri
- Diary Galau
- HANYA CERPEN
- Informatika
- Kurikulum 2013 Revisi 2018
- Modul
- MTs
- Otomotif
- PERANGKAT
- Perangkat SMA
- PROSEM
- Provider Seluler
- Puisi
- Resep Masakan
- RPP
- Soal dan Jawaban
- Soal Dan Kunci Jawaban
- Soal Multimedia
- Teks Laporan
- Teks Rekaman Percobaan
- True Story
KETIKA CINTA TAK BICARA
Aleera…
“Mau Gue kasih tau satu
rahasia sama lo?” ujar
Recca disuatu siang.
“Rahasia apa, Ca?”
jawabku antusias.
“Lo ngerasa ada sesuatu yang beda nggak Kalo deket Bian?”
“Hm…maksudnya?” tanyaku bingung, masih ragu kemana arah pembicaraan
Recca.
“Ya ampun...jadi lo nggak tau, kalo sebenernya
Bian itu naksir sama lo?”
“Hah…masa sih?” tanyaku lagi dengan perasaan bimbang.
“Jadi lo gak ngerasa, Ra? Aneh…gak peka banget sih Lo. Dia tuh udah naksir sama
lo dari semester dua
loh. Bayangin, sekarang kita udah semester enam! Huft…Aleera,
Aleeraa…cape deh!”
“Oh ya? Yaa… mana gue tau kalo dia aja gak pernah ngomong sama gue. Hmm…dasar aneh.” Aku membela
diri dengan nada ketus.
“Nggak sih, gue sekedar
pengen sedikit ngebuka mata lo doang. Bian bilang sih katanya takut kalo
harus ngomong langsung sama Lo, katanya sih peluang keterimanya kecil. Tapi dia
berharap, paling nggak Lo tau perasaannya dia tanpa harus dia ngomong langsung.
Makanya deh diam-diam gue ngasih tau ini sama lo.” terang Recca lagi.
“Hmmm, ya deh. Makasih infonya. Gue ke perpus dulu yaaa. Daagghh.” ujar
ku sok cuek dan berusaha menghindari kelanjutan pembicaraan ini dengan berpura-pura
mau pergi ke perpustakaan.
Hhhh… sebenarnya selama ini aku sudah merasa kalau Bian ada hati sama aku.
Hanya saja aku masih ragu. Dan ternyata kebenarannya baru terungkap setelah dua tahun berlalu. Hahaha,
aneh memang. Entahlah..mungkin aku memang terlalu menutup hati.
Setiap kali Bian mulai membuka pembicaraan yang menjurus ke arah sana, aku
selalu mengalihkan. Mungkin di sanalah Bian merasa tak ada jalan, dan aku
sama sekali tak memberikan peluang dan ruang untuk dia merambahi hatiku. Ah,
aku juga bingung kenapa. Rasanya aku belum siap untuk berkomitmen. Mungkin karena
itulah, dari pada aku memberinya peluang , lalu kemudian aku malah menolaknya
kurasa malah akan menimbulkan ketidakharmonisan, karena aku dan Bian
teman satu kelas. Jadi aku lebih menikmati situasi dimana dia terus
mengharapkanku, tanpa bisa memiliku. Egoiskah aku? Ah…kurasa tidak. Bukankah
seorang Aleera Arvioneetha tidak dilahirkan sebagai makhluk yang egois? Hahaha
lebay.
“Aleera, kenapa lo nggak
dateng sih waktu tim kelas kita ikutan tanding di Turnamen futsal antar
fakultas kemarin? Setidaknya kan lo harus ngasih semangat buat temen-temen.
Payaaah, gak menjunjung tinggi kebersamaan kelas sama sekali.” Ujar Bian suatu
ketika.
“Hmm… nggak kenapa-kenapa, Gue lagi malas
aja.” jawabku asal sambil tertawa ringan.
“Waahh, jahat lo ya ternyata. Nggak
boleh gitu dong, Ra. Mana kita tau kan, siapa tau aja di kelas ini ada jodoh lo. Ya nggak?” ucapan Bian tiba-tiba seperti orang ngelantur.
“Haahh…jodoh? Aneh banget sih dari futsal kok tau-tau nyambung ke jodoh?”
tanyaku heran. Hmm,
kalimat Bian terlihat sekali memancingku. Jengah juga aku dibuatnya.
“Ya mana kita tau kan?”
katanya lagi sambil mengerlingkan mata.
“Hahaha iya deh, kalo emang ternyata jodoh gue ada di kelas ini, ya
udahlah…gue terima aja. Namanya juga takdir Tuhan, mau digimanain lagi. Ya nggak? Tuh liat salah satu
contoh yang jelas-jelas bakal berjodoh di kelas kita, Recca sama Joshua. Ya kan, Ca?” jawabku sambil
berbicara mengarah pada Recca.
“Iiih, apaan sih lo, Ra?” Recca yang tengah pedekate dengan Joshua tampak
tersipu malu.
***
Suatu siang di bulan
Mei...terjadi suatu pembicaraan
yang cukup menggelitik hatiku.
“Mbak Aleera, Va mau nanya nih. Mbak tau nggak, Kak Bian itu udah punya pacar atau belum ya?” Tanya Reva,
salah seorang adik tingkatku. Saat itu kami tengah mengikuti seminar bersama.
“Hmm… setau mbak sih belum.” Jawabku sambil teresnyum sendiri dalam hati, ya
iyaalah belum punya. Si Bian kan masih ngarep sama gue. hahaha. “Emang kenapa? Hayooo...Va naksir yaa sama dia?”
tanyaku menggoda.
“Iiih mbak jangan salah sangka dong, bukan Va yang naksir.” Dia langsung
membela diri.
“Trus siapa dong?”
tanyaku penasaran. “Hayoo, jujur aja deh. Siapa tau mbak bisa comblangin kan?”
aku sok menawarkan jasa. Yaahh siapa tau saja kan dengan begitu, Bian bisa melupakan impian dan harapannya
untuk mendapatkan aku. Hahahay pede banget sih.
“Hmm… Tuh mbak, si Kanisha.”
“Haah… beneran, Ka,
kamu naksir sama Bian?” tanyaku tanpa babibu pada Kanisha yang tengah
duduk di samping Reva.
“Ssstt… mbak pelan-pelan dong. Malu kan kalo ada orang yang denger.” protes Kanisha.
“Hehe maaf, keceplosan.” Ujarku sambil menutup mulut. “Jadi beneran, Ka?”
tanyaku lagi ingin memastikan.
“Iya, Mbak…Kak Bian belum punya pacar kan? Beneran mbak
mau comblangin aku??”
“Hmm, Iya deh ntar
mbak coba salamin.” ujarku
sambil tersenyum. Tapi sungguh ironi.. Bian kan naksirnya sama aku. Kira-kira
dia bakal marah nggak ya kalo aku sok-sok ngedeketin dia sama cewek lain? Ah,
masa bodohlaah…Dicoba duluu.
Setelah pembicaraan di hari itu, aku mulai gencar mendekati Bian dan
mempromosikan Kanisha, adik tingkatku yang sudah kuanggap seperti adik sendiri.
Awalnya Bian memang terlihat jengah dan kesal melihat tingkah lakuku yang
sangat-sangat tak berperasaan itu. Dia jadi sering marah-marah dan Bad
mood. Ya iyalah, aku bisa memahami bagaimana perasaannya, ketika ada seseorang
yang kita cintai malah menyodorkan hati kita kepada orang lain. Maafin aku ya, Bi…aku tak mau cinlok alias pacaran sama teman
satu kelas. Mengertilah.
Perlahan seiring berjalannya waktu, Bian mulai membuka hati agaknya. Dia mulai
mau menerima keberadaan Kanisha karena terus-terusan kudesak. Di setiap
kebersamaanku dengan Bian, aku selalu membicarakan Kanisha. Hanya Kanisha dan
Kanisha, tak ada ruang bagi Bian untuk membicarakan tentang aku dan dia. Hmm,
dan puncaknya adalah...ketika
akhirnya Bian dan Kanisha jadian juga. Itu semua karena usaha yang telah
kulakukan selama ini tentu saja. Dan taukah kalian apa yang terjadi pada
hatiku?
“Bi, lo mau kemana? Temenin gue ke Gramed yuukk” ajakku di suatu siang yang
cerah.
“ Hmm, tapi gue….”
“Kak Biaaan!” tiba-tiba Kanisha datang, memotong pembicaraan Bian yang belum
terselesaikan. “Udah selesai kuliahnya? Kita jadi nonton kan hari ini?” sambung
Kanisha lagi.
“Oh, tentu jadi doong, Beib…”
jawab Bian dengan muka penuh binar.
“Siip laaah kalo gitu. Pergi sekarang yuuk, 15 menit lagi filmnya mulai loh.”
“Oke deh.”
“Eh, Mbak Aleera. Pergi
dulu yaa. Sebelumnya makasih loh mbak, udah comblangin kita berdua. Love you so much,
Sista...hehe”
“Siip dah. Moga
langgeng ya.” ucapku
yang entah kenapa tiba-tiba merasakan Pedih yang mendalam.
“Makasih buat
doanya ,Ra…” Bian tersenyum senang sambil menggenggam erat tangan
Kanisha. Matanya menatap Kanisha pujaan hatinya penuh cinta.
Aku
merasa seperti ada sesuatu yang hilang. Kulihat mata Bian penuh cinta. Tak ada
lagi cintanya untukku. Ruang hatinya kini telah dipenuhi lembaran nama Kanisha.
Tidakkah dia mengharapkanku lagi? Ah, Bian rasanya seperti menghilang
dari hidupku. Tak ada lagi sosok yang mengagumiku, menginginkanku dan selalu
mengharapkanku ada di sisinya.
Jatuh cintakah aku pada Bian? Menyesalkah aku? Ah, ternyata benar kata pepatah...kita
akan merasakan kehilangan ketika sesuatu itu benar-benar tak ada lagi. Aku baru
menyadari betapa berharganya dan betapa pentingnya limpahan cinta Bian untukku
setelah Bian benar-benar pergi dan memiliki tambatan hati lain yang memang
pantas untuk ditempati. Tuhaan…dapatkah waktu ku putar kembali?
***
Bian…
Hufth … sampai saat ini aku masih diliputi rasa bimbang. Sampai kapan aku akan
memendam rasa cintaku pada Aleera? Ah, betapa menyedihkannya. Rasa ini telah terpendam begitu lama di
hati, Dua tahun …waktu yang sangat lama bukan?
Entahlah, kurasa Aleera terlalu mahal untuk kudapatkan. Betapa sulit menggapai
hatinya yang begitu dingin seperti gunung es. Dia teman sekelasku, dan selama
hari-hari yang kujalani bersamanya..dia tak sama sekali mengisyaratkan
bahwa ia membuka peluang untuk aku merambahi hatinya. Bagaimana ini? Aku ingin,
setidaknya ia tau perasaanku tanpa harus aku mengatakannya. Apakah dia tak bisa
membaca gelagatku yang selama ini nampak menginginkannya? Atau dia hanya
berpura buta karena tak ingin mengecewakan aku? Aarrgghhh...cinta memang rumit dan bikin pusing!
“Jadi lo bakal ngebiarin perasaan lo berlarut-larut dan terpendam sampe
kita lulus kuliah, Bi?” tantang Recca yang mengetahui isi hatiku.
“Entahlah, Ca… Gue
bingung.”
“Pliss deh Bi, cemen banget lo jadi cowok. Lo harus nentuin pilihan. Kalo emang
lo beneran masih suka sama dia, bilang langsung ke orangnya! Atau kalo nggak, lo belajar lupain dia
dan cari penggantinya.” Recca menceramahiku.
“Ahhh, gue tambah pusing, Ca.” jawabku pesimis.
“Ya terserah Lo deh, Bi. Apapun yang lo lakuin kan sebenernya nggak ngaruh sama hidup gue.” Jawab
Recca yang kelihatannya sudah pesimis untuk menyemangatiku. Kemudian Recca
berlalu meninggalkanku yang masih terpaku sendiri.
Dan puncaknya adalah ketika suatu hari Aleera menyampaikan suatu berita yang
sungguh tak menyenangkan hatiku.
“Bi…lo dapat salam dari Kanisha.”
“Kanisha anak semester 4?” aku menanggapi dengan perasaan kesal. Huh, Aleera
benar-benar tak berperasaan. Tidakkah dia tau bahwa sesungguhnya yang
kuinginkan hanya dia? Tapi kenapa dia tega sekali malah menyodorkan hatiku
untuk orang lain? Sungguh keterlaluan. Tuhaan…cobaan macam apa ini?
Tapi sepertinya Aleera tak mempedulikan meski tiap kali dia menceritakan
tentang Kanisha aku selalu menjadi bad mood. Dia terus-terusan gencar
mempromosikan Kanisha dengan penuh semangat. Yahh, lama-lama aku mulai
bisa menerima. Paling tidak, dengan Aleera terus berusaha mendekatkan aku
dengan Kanisha, maka dia akan selalu ada didekatku. Aku ambil sisi positifnya
saja. Bisa selalu ada disampingnya saja itu sudah lebih dari cukup untukku.
Dan...akhir dari kisah ini memang tak akan pernah berujung indah mungkin.
Meski butuh proses yang agak lama, akhirnya aku menyerah juga. Kuterima Kanisha
meski aku tak mencintainya sama sekali. Aku hanya ingin mencoba membuka hati
untuk orang lain yang jelas-jelas mencintaiku daripada terus-terusan
mengharapkan cinta Aleera yang tak pernah melirik keberadaanku di sisinya.
Selain itu aku ingin melihat reaksi Aleera, apakah dia akan merasa kehilangan
setelah aku menjadi milik Kanisha? Bukankah dengan begitu, waktuku bersama
Aleera akan berkurang?
“Bi, lo mau kemana? Temenin gue ke Gramed yuukk” ajak Aleera tiba-tiba di
suatu siang yang cerah.
“ Hmm, tapi gue….”
“Kak Biaaan…!” tiba-tiba Kanisha datang, memotong pembicaraanku yang belum
tereslesaikan. “Udah selesai kuliahnya? Kita jadi nonton kan hari ini?” sambung
Kanisha lagi.
“Oh, tentu jadi doong, Beib…”
aku menjawab dengan ekspresi seolah-olah aku benar-benar menyayangi
Kanisha.
“Siip laaah kalo gitu. Pergi sekarang yuuk, 15 menit lagi filmnya mulai loh.”
“Oke deh.”
“Eh, mbak Aleera. Pergi dulu yaa. Sebelumnya makasih looh mbak, udah comblangin kita
berdua. Love you so much, Sista..hehe”
“Siip dah. Moga
langgeng ya.” Ucap Aleera seperti tanpa dosa, seperti sama sekali tak ada
penyesalan. Apakah memang dia sama sekali tak pernah menyadari cintaku?
Dia tampak bahagia melihat kebersamaanku. Ah, ternyata aku salah. Aleera sama
sekali tak merasakan kehilangan akan cintaku. Sampai kapanpun dia tak akan
menyadari perasaan mendalam yang selama ini kupendam padanya.
“Makasih buat
doanya, Ra…” jawabku
pasrah sambil menggenggam erat tangan Kanisha sebagai bentuk kekesalan yang tak
terlampiaskan. Dan Kanisha menanggapinya sebagai sesuatu yang lain, ia
memandangku penuh cinta. Yeah..dan aku membalas tatapan cintanya meski
tanpa rasa. Tak apalah, aku harus mulai membuka hatiku untuk Kanisha dan cintanya.
Ah, sudahlah… mungkin Aleera memang tak pernah ditakdirkan untuk kumiliki.
SELESAI
Baca juga
Contributor
- Anish
- Kamu tidak akan pernah tau, sampai kamu mengalaminya sendiri
Posting Komentar
Posting Komentar