KETIKA CINTA TAK BICARA


Aleera…

            “Mau Gue kasih tau satu rahasia sama lo?” ujar Recca disuatu siang.

            “Rahasia apa, Ca?” jawabku antusias.

            “Lo ngerasa ada sesuatu yang beda nggak Kalo deket Bian?”

            “Hm…maksudnya?” tanyaku  bingung, masih ragu kemana arah pembicaraan Recca.

            “Ya ampun...jadi lo nggak tau, kalo sebenernya Bian itu naksir  sama lo?”

            “Hah…masa sih?” tanyaku lagi dengan perasaan bimbang.

            “Jadi lo gak ngerasa, Ra? Aneh…gak peka banget sih Lo. Dia tuh udah naksir sama lo dari semester dua loh. Bayangin, sekarang kita udah semester enam! Huft…Aleera, Aleeraa…cape deh!”

            “Oh ya? Yaa… mana gue tau  kalo dia aja gak pernah ngomong sama gue. Hmmdasar aneh.” Aku membela diri dengan nada ketus.

            “Nggak sih, gue sekedar  pengen sedikit ngebuka mata lo doang. Bian bilang sih katanya takut kalo harus ngomong langsung sama Lo, katanya sih peluang keterimanya kecil. Tapi dia berharap, paling nggak Lo tau perasaannya dia tanpa harus dia ngomong langsung. Makanya deh diam-diam gue ngasih tau ini sama lo.” terang Recca lagi.

            “Hmmm, ya deh. Makasih infonya. Gue ke perpus dulu  yaaa. Daagghh.” ujar ku sok cuek dan berusaha menghindari kelanjutan pembicaraan ini dengan berpura-pura mau  pergi ke perpustakaan.

            Hhhh… sebenarnya selama ini aku sudah merasa kalau Bian ada hati sama aku. Hanya saja aku masih ragu. Dan ternyata kebenarannya baru terungkap setelah dua tahun berlalu. Hahaha, aneh  memang. Entahlah..mungkin aku memang terlalu menutup hati.  Setiap kali Bian mulai membuka pembicaraan yang menjurus ke arah sana, aku selalu mengalihkan. Mungkin di sanalah Bian  merasa tak ada jalan, dan aku sama sekali tak memberikan peluang dan ruang untuk dia merambahi hatiku. Ah, aku juga bingung kenapa. Rasanya aku belum siap untuk berkomitmen. Mungkin karena itulah, dari pada aku memberinya peluang , lalu kemudian aku malah menolaknya kurasa malah akan menimbulkan  ketidakharmonisan, karena aku dan Bian teman satu  kelas. Jadi aku lebih menikmati situasi dimana dia terus mengharapkanku, tanpa bisa memiliku. Egoiskah aku? Ah…kurasa tidak. Bukankah seorang Aleera Arvioneetha tidak dilahirkan sebagai makhluk yang egois? Hahaha lebay.

            “Aleera, kenapa lo nggak dateng sih waktu tim kelas kita ikutan tanding di Turnamen futsal antar fakultas kemarin? Setidaknya kan lo harus ngasih semangat buat temen-temen. Payaaah, gak menjunjung tinggi kebersamaan kelas sama sekali.” Ujar Bian suatu ketika.

            “Hmm… nggak kenapa-kenapa, Gue lagi malas aja.” jawabku asal sambil tertawa ringan.

            “Waahh, jahat lo ya ternyata. Nggak boleh gitu dong, Ra. Mana kita tau kan, siapa tau aja di kelas ini ada jodoh lo. Ya nggak?” ucapan Bian tiba-tiba seperti orang ngelantur.

            “Haahh…jodoh? Aneh banget sih dari futsal kok tau-tau nyambung ke jodoh?” tanyaku heran. Hmm, kalimat Bian terlihat sekali memancingku. Jengah juga aku dibuatnya.

            “Ya mana kita tau kan?” katanya lagi sambil mengerlingkan mata.

            “Hahaha iya deh, kalo emang ternyata  jodoh gue ada di kelas ini, ya udahlah…gue terima aja. Namanya juga takdir Tuhan, mau digimanain lagi. Ya nggak? Tuh liat salah satu contoh yang jelas-jelas bakal berjodoh di kelas kita, Recca sama Joshua. Ya kan, Ca?” jawabku sambil berbicara mengarah pada Recca.

            “Iiih, apaan sih lo, Ra?” Recca yang tengah pedekate dengan Joshua tampak tersipu malu.

***

            Suatu siang di bulan Mei...terjadi suatu pembicaraan yang cukup menggelitik hatiku.

            “Mbak Aleera, Va mau nanya nih. Mbak tau nggak, Kak Bian itu udah punya pacar atau belum ya?” Tanya Reva, salah seorang adik tingkatku. Saat itu kami tengah mengikuti seminar bersama.

            “Hmm… setau mbak sih belum.” Jawabku sambil teresnyum sendiri dalam hati, ya iyaalah  belum punya. Si Bian kan masih ngarep sama gue. hahaha. “Emang kenapa? Hayooo...Va naksir yaa sama dia?” tanyaku menggoda.

            “Iiih mbak jangan salah sangka dong, bukan Va yang naksir.” Dia langsung membela diri.

            “Trus siapa dong?” tanyaku penasaran. “Hayoo, jujur aja deh. Siapa tau mbak bisa comblangin kan?” aku sok menawarkan jasa. Yaahh siapa tau saja kan dengan begitu, Bian bisa melupakan impian dan harapannya untuk mendapatkan aku. Hahahay pede banget sih.

            “Hmm… Tuh mbak, si Kanisha.”

            “Haah… beneran, Ka, kamu  naksir sama Bian?” tanyaku tanpa babibu pada Kanisha yang tengah duduk di samping Reva.

            “Ssstt… mbak pelan-pelan dong. Malu kan kalo ada orang yang denger.” protes Kanisha.

            “Hehe maaf, keceplosan.” Ujarku  sambil menutup mulut. “Jadi beneran, Ka?” tanyaku lagi ingin memastikan.

            “Iya, Mbak…Kak Bian belum  punya pacar kan? Beneran mbak mau comblangin aku??”

            “Hmm, Iya deh ntar  mbak coba salamin.” ujarku sambil tersenyum. Tapi sungguh ironi.. Bian kan naksirnya sama aku. Kira-kira dia bakal marah nggak ya kalo aku sok-sok ngedeketin dia sama cewek lain? Ah, masa bodohlaah…Dicoba duluu.

            Setelah pembicaraan di hari itu, aku mulai gencar mendekati Bian dan mempromosikan Kanisha, adik tingkatku yang sudah kuanggap seperti adik sendiri. Awalnya Bian memang terlihat jengah dan kesal melihat tingkah lakuku yang sangat-sangat  tak berperasaan itu. Dia jadi sering marah-marah dan Bad mood. Ya iyalah, aku bisa memahami bagaimana perasaannya, ketika ada seseorang yang kita cintai malah menyodorkan hati kita kepada orang lain. Maafin aku ya,  Bi…aku tak mau cinlok alias pacaran sama teman satu kelas. Mengertilah.

            Perlahan seiring berjalannya waktu, Bian mulai membuka hati agaknya. Dia mulai mau menerima keberadaan  Kanisha karena terus-terusan kudesak. Di setiap kebersamaanku dengan Bian, aku selalu membicarakan Kanisha. Hanya Kanisha dan Kanisha, tak ada ruang bagi Bian untuk membicarakan tentang aku dan dia. Hmm, dan puncaknya adalah...ketika akhirnya Bian dan Kanisha jadian juga. Itu semua karena usaha yang telah kulakukan selama ini tentu saja. Dan taukah kalian apa yang terjadi pada hatiku?

            “Bi, lo mau kemana? Temenin gue ke Gramed yuukk” ajakku di suatu siang yang cerah.

            “ Hmm, tapi gue….”

            “Kak Biaaan!” tiba-tiba Kanisha datang, memotong pembicaraan Bian yang belum terselesaikan. “Udah selesai kuliahnya? Kita jadi nonton kan hari ini?” sambung Kanisha lagi.

            “Oh, tentu jadi doong, Beib…” jawab Bian dengan muka penuh binar.

            “Siip laaah kalo gitu. Pergi sekarang yuuk, 15 menit lagi filmnya mulai loh.”

            “Oke deh.”

            “Eh, Mbak Aleera. Pergi dulu yaa. Sebelumnya makasih loh mbak, udah comblangin kita berdua. Love you so much, Sista...hehe”

            “Siip dah. Moga langgeng ya.” ucapku yang entah kenapa tiba-tiba merasakan Pedih yang mendalam.

“Makasih buat doanya ,Ra…” Bian  tersenyum  senang sambil menggenggam erat tangan Kanisha. Matanya menatap Kanisha pujaan hatinya penuh cinta.

            Aku merasa seperti ada sesuatu yang hilang. Kulihat mata Bian penuh cinta. Tak ada lagi cintanya untukku. Ruang hatinya kini telah dipenuhi lembaran nama Kanisha. Tidakkah dia mengharapkanku lagi?  Ah, Bian rasanya seperti menghilang dari hidupku. Tak ada lagi sosok yang mengagumiku, menginginkanku dan selalu mengharapkanku ada di sisinya. Jatuh cintakah aku pada Bian? Menyesalkah aku? Ah, ternyata benar kata pepatah...kita akan merasakan kehilangan ketika sesuatu itu benar-benar tak ada lagi. Aku baru menyadari betapa berharganya dan betapa pentingnya limpahan cinta Bian untukku setelah Bian benar-benar pergi dan memiliki tambatan hati lain yang memang pantas untuk ditempati. Tuhaan…dapatkah waktu ku putar kembali?

***

Bian…

            Hufth … sampai saat ini aku masih diliputi rasa bimbang. Sampai kapan aku akan memendam rasa cintaku pada Aleera? Ah, betapa menyedihkannya. Rasa ini telah terpendam begitu lama di hati, Dua tahun …waktu yang sangat lama bukan? Entahlah, kurasa Aleera terlalu mahal untuk kudapatkan. Betapa sulit menggapai hatinya yang begitu dingin seperti gunung es. Dia teman sekelasku, dan selama hari-hari yang  kujalani bersamanya..dia tak sama sekali mengisyaratkan bahwa ia membuka peluang untuk aku merambahi hatinya. Bagaimana ini? Aku ingin, setidaknya ia tau perasaanku tanpa harus aku mengatakannya. Apakah dia tak bisa membaca gelagatku yang selama ini  nampak menginginkannya? Atau dia hanya berpura buta karena tak ingin mengecewakan aku? Aarrgghhh...cinta memang rumit dan bikin pusing!

            “Jadi lo bakal ngebiarin perasaan lo berlarut-larut dan terpendam  sampe kita lulus kuliah, Bi?” tantang Recca yang mengetahui isi hatiku.

            “Entahlah, Ca… Gue bingung.

            “Pliss deh Bi, cemen banget lo jadi cowok. Lo harus nentuin pilihan. Kalo emang lo beneran masih suka sama dia, bilang langsung ke orangnya! Atau kalo nggak, lo belajar lupain dia dan cari penggantinya.” Recca menceramahiku.

            “Ahhh, gue tambah pusing, Ca.” jawabku pesimis.

            “Ya terserah Lo deh, Bi. Apapun yang lo lakuin kan sebenernya nggak ngaruh sama hidup gue.” Jawab Recca yang kelihatannya sudah pesimis untuk menyemangatiku. Kemudian Recca  berlalu meninggalkanku yang masih terpaku sendiri.

            Dan puncaknya adalah ketika suatu hari Aleera menyampaikan suatu berita yang sungguh tak menyenangkan hatiku.

            “Bi…lo dapat salam dari Kanisha.”

            “Kanisha anak semester 4?” aku menanggapi dengan perasaan kesal. Huh, Aleera benar-benar tak berperasaan. Tidakkah dia tau bahwa sesungguhnya yang kuinginkan hanya dia? Tapi kenapa dia tega sekali malah menyodorkan hatiku untuk orang lain? Sungguh keterlaluan. Tuhaan…cobaan macam apa ini?

            Tapi sepertinya Aleera tak mempedulikan meski tiap kali dia menceritakan tentang Kanisha aku selalu menjadi bad mood. Dia terus-terusan gencar mempromosikan Kanisha dengan penuh semangat. Yahh, lama-lama aku  mulai bisa menerima. Paling tidak, dengan Aleera terus berusaha mendekatkan aku dengan Kanisha, maka dia akan selalu ada didekatku. Aku ambil sisi positifnya saja. Bisa selalu ada disampingnya saja itu sudah lebih dari cukup untukku.

            Dan...akhir dari kisah ini memang tak akan pernah  berujung indah mungkin. Meski butuh proses yang agak lama, akhirnya aku menyerah juga. Kuterima Kanisha meski aku tak mencintainya sama sekali. Aku hanya ingin mencoba membuka hati untuk orang lain yang jelas-jelas mencintaiku daripada terus-terusan mengharapkan cinta Aleera yang tak pernah melirik keberadaanku di sisinya. Selain itu aku ingin melihat reaksi Aleera, apakah dia akan merasa kehilangan setelah aku menjadi milik Kanisha? Bukankah dengan begitu, waktuku bersama Aleera akan berkurang?

            “Bi, lo mau kemana? Temenin gue ke Gramed yuukk” ajak Aleera tiba-tiba  di suatu siang yang cerah.

            “ Hmm, tapi gue….”

            “Kak Biaaan…!” tiba-tiba Kanisha datang, memotong pembicaraanku yang belum tereslesaikan. “Udah selesai kuliahnya? Kita jadi nonton kan hari ini?” sambung Kanisha lagi.

            “Oh, tentu jadi doong, Beib…”  aku menjawab  dengan ekspresi seolah-olah aku benar-benar menyayangi Kanisha.

            “Siip laaah kalo gitu. Pergi sekarang yuuk, 15 menit lagi filmnya mulai loh.”

            “Oke deh.”

            “Eh, mbak Aleera. Pergi dulu yaa. Sebelumnya makasih looh mbak, udah comblangin kita berdua. Love you so much, Sista..hehe”

            “Siip dah. Moga langgeng ya.” Ucap Aleera seperti tanpa dosa, seperti sama sekali tak ada penyesalan. Apakah memang dia sama sekali  tak pernah menyadari cintaku? Dia tampak bahagia melihat kebersamaanku. Ah, ternyata aku salah. Aleera sama sekali tak merasakan kehilangan akan cintaku. Sampai kapanpun dia tak akan menyadari perasaan mendalam yang selama ini kupendam padanya.

“Makasih buat doanya, Ra…” jawabku pasrah sambil menggenggam erat tangan Kanisha sebagai bentuk kekesalan yang tak terlampiaskan. Dan Kanisha menanggapinya sebagai sesuatu yang lain, ia memandangku penuh cinta. Yeah..dan aku membalas tatapan cintanya  meski tanpa rasa. Tak apalah, aku harus mulai membuka hatiku untuk Kanisha dan cintanya.  Ah, sudahlah… mungkin Aleera memang tak pernah ditakdirkan untuk kumiliki.

 

SELESAI

 

Btw ini cerita yang aku buat sekitar tahun 2010. Terinspirasi dari kisah di zaman kuliah. Kisahnya siapa? Rahasia doong, kepo aja sih 😂 hahhaha

 

 

 

 

Baca juga

Posting Komentar