- 2019/2020
- Adminisrasi Guru
- Akreditasi
- Akreditasi PAUD
- beasiswa
- Buku Paket
- Celoteh
- Cerita Seri
- Diary Galau
- HANYA CERPEN
- Informatika
- Kurikulum 2013 Revisi 2018
- Modul
- MTs
- Otomotif
- PERANGKAT
- Perangkat SMA
- PROSEM
- Provider Seluler
- Puisi
- Resep Masakan
- RPP
- Soal dan Jawaban
- Soal Dan Kunci Jawaban
- Soal Multimedia
- Teks Laporan
- Teks Rekaman Percobaan
- True Story
CORETAN MAMA MUDA
AKU MENJADI JANDA KARENA NANDA (part 8)
Maret 2018, genap sudah tiga bulan Nanda dan Mila menikah. Namun selama 3 bulan itu pula Mila tak pernah menerima nafkah dari Nanda. Nanda tetap santai, bahkan ketika Mila sudah dinyatakan positif hamil sejak Januari lalu, Nanda sama sekali tak punya fikiran untuk membelikan susu khusus ibu hamil atau apapun itu untuk memenuhi nutrisi janin yang ada di dalam perutnya.
Sejak awal menikah, Mila sudah protes sebenarnya. Hanya saja setiap kali Ia membahas perihal kewajiban suaminya untuk menafkahi itu, selalu berujung pada keributan. Nanda ujung-ujungnya akan mengungkit Mila yang tak pernah melayaninya untuk urusan dapur. Ya, sedikit seperti dunia terbalik memang. Mila bekerja, dan Nanda yang memasak di rumah.
"Mil, kemarin aku cek pesan whatssap di handphone-mu dengan bendahara kantor. Hari ini kamu ada pencairan fee penjualan rumah, kan?" selidik Nanda.
"Hmm, kamu kebiasaan deh, Mas...bongkar-bongkar isi chat di Hp aku." bibir Mila mencebik.
"Lah, memangnya kenapa? Nggak boleh? Kita ini kan suami istri, harus saling terbuka. Apa kamu mau rahasia-rahasiaan soal keuangan sama aku?"
"Ya nggak gitu juga sih," Mila tak terima akan tuduhan Nanda terhadap dirinya.
"Kan itu dapet fee-nya delapan juta, aku minta tiga juta ya buat belanja ngisi barang kosong di toko? Stock barang udah banyak yang habis." pinta Nanda.
"Loh, kok minta sama aku sih, Mas? Kalau barangnya habis seharusnya uangnya ada dong buat belanja lagi. Memangnya kamu jualan nggak ambil untung?"
"Tapi duitnya udah habis, aku nggak ada pegangan lagi buat modal ngisi barang di toko." jawab Nanda dengan entengnya.
"Nggak bisa gitu, dong, Mas. Kamu dagang kok modalnya nggak muter. Terus nanti setiap mau ngisi barang di toko kamu bakal minta ke Aku, gitu? Duit untung jualannya kemana itu?" tanya Mila heran.
"Ya habislah buat belanja dan kebutuhan sehari-hari. Buat masak makanan yang setiap hari kita makan."
"Kamu aneh, Mas. Ngasih nafkah ke aku enggak, malah kamu minta duit penghasilan aku untuk modalin toko kamu." Mila tampak mulai emosi menghadapi Nanda.
"Kamu nggak usah ungkit-ungkit soal nafkah, dong. Kamu juga kan sebagai istri nggak pernah masak dan ngurusin kerjaan rumah selayaknya istri yang normal!" Nanda menatap tajam ke arah Mila.
"Loh, aku juga kan nggak bisa sepenuhnya ngurus rumah karena aku kerja, Mas...kerja! Kalo aku nggak kerja, punya duit darimana kita?" Mila mulai meninggikan nada bicaranya.
"Jangan mentang-mentang kamu kerja ya terus kamu jadi semena-mena sama aku! Istri yang baik itu, walaupun kerja, tetap harus bisa ngurusin kerjaan rumah, masak dan lainnya itu!" Nanda tampak kesal karena Mila terlihat melawan terhadap dirinya.
"Sebelum kamu nuntut aku untuk jadi istri yang baik, ngaca dulu, Mas! Kamu udah jadi suami yang baik apa belum? Kita nikah udah tiga bulan loh, dan kamu sama sekali belum pernah nafkahin aku!" Mila berucap lantang dengan menahan emosi yang membuncah di dada.
"Buat apa aku ngasih duit nafkah ke kamu? Toh yang belanja dan masak sehari-hari kan aku! Mikir!"
"Mas, tolong bedain ya uang belanja harian sama nafkah kebutuhan istri! Kamu fikir aku nggak butuh bensin, pulsa, beli baju, make up, skincare, dan kebutuhan lainnya?"
"Kamu mulai jadi istri yang melawan, ya!" Tangan Nanda terangkat kemudian melayangkan tamparan ke pipi Mila. Hampir saja, tapi sebelum tangan itu menyentuh pipinya, Mila dengan cepat berhasil menghindar.
"Berani kamu, Mas? Aku ini istrimu yang seharusnya kamu sayangi dan perlakukan dengan lembut. Apalagi aku ini lagi hamil, Mas! Kamu nggak mikir apa?" mata Mila terlihat mulai memerah menahan tangis.
Nanda hanya terdiam, mungkin ada penyesalan di hatinya dan merasa bersalah.
"Kalau memang kamu mau, Aku akan berhenti kerja, Mas. Biarlah, aku nanti pelan-pelan akan belajar masak. Yang penting kamu jangan abaikan pula tugasmu untuk menafkahi Aku dan calon anak kita ini." Mila terlihat menunduk dan kemudian mengelus perutnya yang belum terlihat membuncit.
"Jangan, Mil...kamu jangan berhenti kerja. Maafin aku, ya." ujar Nanda pelan.
Mila hanya melirik sekilas kepada Nanda, seperti masih enggan mengiyakan permintaan maaf suaminya.
"Sudahlah, Mas..aku capek." Mila berucap sembari berlalu meninggalkan Nanda. Mila masuk ke kamar dan merebahkan dirinya di kasur.
Tak lama Nanda menyusul Mila ke kamar. Ia merebahkan diri di samping istrinya, dan seketika itu juga Mila berbalik, membelakangi suaminya.
"Maafin aku, ya," Nanda memeluk tubuh istrinya yang masih memunggunginya itu. "Aku sayang sama kamu, dan juga calon anak kita." lanjut Nanda lagi sambil mengusap lembut perut Mila.
Mila membalikkan badannya menghadap Nanda, kemudian tersenyum hangat. Hatinya sudah sedikit melunak agaknya. Melihat senyum itu, Nanda dengan serta merta mengecup pucuk kepala Mila. Mila merasa nyaman diperlakukan seperti itu. Menit kemudian, mereka pun tidur dengan hati yang damai.
Begitulah Mila, sangat gampang luluh akan kata manis dari Nanda setiap kali mereka habis bertengkar. Maaf, adalah kata yang sangat mudah diucapkan oleh Nanda, namun cepat pula dilupakan, untuk kemudian melukai hati Mila kembali.
Bersambung
Baca juga
Contributor
- Anish
- Kamu tidak akan pernah tau, sampai kamu mengalaminya sendiri
Posting Komentar
Posting Komentar