- 2019/2020
- Adminisrasi Guru
- Akreditasi
- Akreditasi PAUD
- beasiswa
- Buku Paket
- Celoteh
- Cerita Seri
- Diary Galau
- HANYA CERPEN
- Informatika
- Kurikulum 2013 Revisi 2018
- Modul
- MTs
- Otomotif
- PERANGKAT
- Perangkat SMA
- PROSEM
- Provider Seluler
- Puisi
- Resep Masakan
- RPP
- Soal dan Jawaban
- Soal Dan Kunci Jawaban
- Soal Multimedia
- Teks Laporan
- Teks Rekaman Percobaan
- True Story
CORETAN MAMA MUDA
AKU MENJADI JANDA KARENA NANDA (part 3)
Mila tertunduk mendengar apa yang diucapkan Nanda. Memang Ia yang akan menikah, tapi begitulah Ayahnya ... bagaimanapun Mila tak bisa membantah.
"Iya aku tau, memang yang akan menikah itu aku, bukan Ayah. Tapi coba kamu pikirkan lagi, kalau di awal saja kamu sudah tak bisa memenuhi permintaan Ayah ... bagaimana nanti jika kita sudah menikah, apa kamu mau hubungan kamu dan Ayahku menjadi tidak baik?" Mila mencoba merangkai kata yang sekira bisa membuka fikiran Nanda.
"Ya tapi kalau begini ceritanya, yang ada aku rugi bandar." Gumam Nanda lirih.
"Hahh ... maksudnya?" Mila bertanya heran.
"Emm, enggak kok. Yaudahlah nanti aku coba ngomong ke Papa. Mudah-mudahan bisa."
***
Dan ketika Nanda mencoba menyampaikan permintaan ayah Mila pada Papa dan Mamanya, jawaban yang keluar dari mulut Mamanya adalah sesuatu yang sudah Nanda duga sebelumnya.
"Gila! Matre banget itu keluarga ya! Dia pikir anaknya secantik apa kok mau minta uang hantaran segitu. Lagian cuma lulusan SMA juga. Belagu amat!" Cerca Bu Ida, Mamanya Nanda.
Nanda hanya bisa diam mendengar ucapan Mamanya itu.
"Lagian kamu tuh ya kok nyari perempuan nggak pernah bener. Nggak Mila, nggak Irma, nggak ada yang beres." Cerca bu Ida lagi.
"Kok malah bawa-bawa Irma, sih, Ma." Nanda mendengus kesal.
"Ya lagian, kamu nyari calon bini aja nggak beres!" Ujar Bu Ida ketus. "Kamu cari perempuan lain aja lah. Atau terserah gimana caranya bujuk tuh si Mila biar Ayahnya nggak naikin harga hantaran. Orang kampung aja kok belagu!" lanjut Bu Ida lagi.
"Mama gimana sih, dipikir nyari cewek buat nikah itu gampang apa? Buat nikah itu kan nggak sembarangan, Ma. Lagian kemarin Mama sendiri yang minta aku buat cepet nikah, tapi malah dipersulit." Nanda bersungut kesal.
"Ya kamu sih malah milihnya cewek matre. Gimana kalau ternyata Mila dan keluarganya itu cuma mau morotin harta kita?" Bu Ida berkata dengan raut sinis.
Nanda hanya diam, bingung harus merespon apa.
"Kamu tuh Mama suruh cepet nikah biar harta keluarga kita keurus, tapi kalau gini ceritanya, bisa-bisa harta kita habis aja diporotin sama Mila dan keluarganya. Liat aja, belum apa-apa udah keliatan matrenya." Cerca Bu Ida lagi.
"Enggaklah, Ma. Orangtua Mila itu termasuk orang terpandang kok di kampungnya. Menurutku itu akan jadi salah satu keuntungan juga buat kita kalau aku nanti jadi nikah sama dia. Kita terima permintaan Ayahnya Mila juga bisa menaikkan harga diri keluarga kita, Ma." Nanda mencoba meluluhkan hati Mamanya.
"Tapi Lima puluh juta itu terlalu besar, Nanda!" Jiwa hitung-hitungan Bu Ida bergejolak.
"Gini deh, kita ajak nego aja. Gimana kalau kita kasih empat puluh juta? Ambil jalan tengah, Ma. Jadi kita nggak rugi rugi amat, Mila juga nggak terlalu berat." Ujar Nanda lagi.
"Hmmm," Bu Ida masih mencoba menimbang.
"Udah, iyain aja, Ma. Empat puluh juta masih bisalah kita." Pak Edy, Papanya Nanda tiba-tiba menimpali.
"Yaudahlah." Bu Ida manut saja jika suaminya sudah angkat bicara.
"Bener, Ma, Pa? Yaudah, kalau gitu besok aku hubungi Mila lagi." Nanda berujar senang.
***
Keesokan harinya, Nanda segera mengajak Mila bertemu untuk membahas pernikahan mereka lagi.
"Mil, setelah diskusi sama Mama dan Papa, mereka katanya hanya bisa menyanggupi uang hantarannya empat puluh juta." Ujar Nanda langsung ke inti, tanpa basa-basi.
"Kenapa tanggung amat sih?" Mila langsung tertunduk lesu mendengarnya.
"Bisalah, Mil. Kamu ajak nego Ayahmu." Bujuk Nanda lagi.
Mila mulai pesimis dengan keberhasilan pernikahan mereka. Ia tau, Ayahnya jika sudah berkehendak, tak bisa ditentang. Jika lima puluh juta itu tak terpenuhi, kandas sudah harapannya. Mila sudah bisa membayangkan jika Ayahnya akan menyuruh Nanda mundur dan membatalkan rencana pernikahan mereka. Dan Mila tak ingin itu terjadi. Selain Ia malu dengan teman-teman kantornya, Ia juga tak ingin melepaskan Nanda, laki-laki yang Ia cintai.
"Aku nggak yakin, Nan. Ayahku biasanya selalu keukeh sama keinginannya. Bisa-bisa Ayah minta pernikahan kita dibatalkan, aku tau betul watak Ayahku." Mila berucap sedih.
"Coba dulu, Mil. Siapa tau Ayahmu luluh." Nanda mencoba meyakinkan.
"Kamu, apa nggak bisa bujuk Mama Papa kamu? Apa kamu nggak mau perjuangin aku?" Mila mengiba.
Nanda terdiam, pandangan matanya menyiratkan bahwa Ia sedang berfikir keras.
"Nanda, apa kamu nggak punya tabungan pribadi untuk nambahin uang hantaran pernikahan kita? Cobalah, tunjukkan kalau kamu juga memperjuangkan agar pernikahan ini berhasil." Mila berucap tegas.
"Hmm, jujur aku nggak punya tabungan sebanyak itu, Mil," jawab Nanda pelan. "Gimana kalau kamu aja yang pake duit tabungan kamu? Penghasilan kamu dari penjualan rumah kan fee nya besar. Nggak mungkinlah nggak ada tabungan." lanjut Nanda lagi.
"Pakai uangku?" Mila sedikit kaget dengan ide yang dilontarkan calon suaminya itu.
Sebenarnya sebagai Marketing di sebuah perusahaan Property, Fee yang Mila dapat dari penjualan rumah elit terbilang cukup besar. Berkisar antara tiga sampai sepuluh juta per unitnya. Tapi Ia tak pernah bisa menabung karena setiap kali Ia mencairkan fee itu, Ayah dan Ibunya menelfon dan meminta agar uang itu dikirimkan ke rekening Ayah Mila untuk kebutuhan hidup mereka di kampung. Mila selalu diberi wejangan oleh orangtuanya untuk jadi anak yang berbakti, yang selalu mendahulukan kebahagiaan orangtua di atas segalanya. Jadilah uang fee itu 80% untuk orang tuanya, dan Ia hanya mendapatkan sisanya untuk membeli kebutuhan make up dan pakaian yang bisa menunjang penampilannya sebagai Marketing eksekutif. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, Mila mengandalkan gaji pokoknya yang hanya sebatas UMR saja.
"Iya, Mil. Kita Sama-sama berjuang ya untuk ambil jalan tengah supaya pernikahan kita nggak gagal. Jadi kamu pake aja dulu uang tabungan kamu, bilang sama Ayah kamu kalau lima puluh juta itu semuanya dari keluargaku. Kamu tenang aja, nanti setelah menikah aku akan bekerja lebih keras lagi, dan uang tabunganmu itu akan aku ganti." Ujar Nanda lagi, meyakinkan.
"Sebenernya aku nggak punya tabungan, Nan. Karena uang yang aku punya selalu aku kirimin ke Ayah dan Ibu di kampung." Jawab Mila.
"Tapi aku masih ada Fee yang belum dicairkan dari kantor. Jadwal pencairannya masih minggu depan sih," lanjut Mila lagi.
"Yaudah, kamu pake itu aja dulu ya. Biar urusan kita cepet kelar dan pernikahan bisa disegerakan." Nanda tampak bersemangat.
"Tapi nanti kamu ganti ya? Sepuluh juta itu lumayan loh." Mila mendelik, ingin memastikan agar Nanda tak lupa pada janjinya.
"Tenang aja, Mila sayang. Apa sih yang nggak buat perempuan yang sebentar lagi jadi Istriku ini?" Nanda tersenyum menggoda sembari mencubit hidung Mila.
Mila tersipu malu. Berat sebenarnya baginya untuk menalangi sepuluh juta yang akan Ia akui ke ayahnya bahwa itu sepenuhnya dari keluarga Nanda. 'Tapi tak apalah, demi keberlanjutan pernikahannya, jangan sampai gagal.' Begitu fikir hati Mila.
Bersambung
*gimana menurut klean? Keputusan Mila ini langkah yang tepat nggak sih? Kira-kira uang sepuluh juta punya Mila bakal beneran dibalikin nggak ya sama Nanda?
Tunggu kelanjutannya di part 4 yaa 😁
Btw, ada yang galfok sama nama Irma gak? Tenaang...nama ini akan dibahas nanti di Pov Nanda
Baca juga
Contributor
- Anish
- Kamu tidak akan pernah tau, sampai kamu mengalaminya sendiri
Posting Komentar
Posting Komentar