- 2019/2020
- Adminisrasi Guru
- Akreditasi
- Akreditasi PAUD
- beasiswa
- Buku Paket
- Celoteh
- Cerita Seri
- Diary Galau
- HANYA CERPEN
- Informatika
- Kurikulum 2013 Revisi 2018
- Modul
- MTs
- Otomotif
- PERANGKAT
- Perangkat SMA
- PROSEM
- Provider Seluler
- Puisi
- Resep Masakan
- RPP
- Soal dan Jawaban
- Soal Dan Kunci Jawaban
- Soal Multimedia
- Teks Laporan
- Teks Rekaman Percobaan
- True Story
CINTA UNTUK SYANEERA
Aku memgagumimu...
Lewat kata yang tak terlafal,
Lewat angin yang mendesis,
Di balik helaan nafas terlirih.
Aku mengagumimu...
Di kedalaman jiwa yang gelap,
Di satu sudut yang pekat,
Bersembunyi di koridor ketidakberdayaan,
Bernaung di balik tirai ketidaksempurnaan,
Berdiam diri di alunan kenistaan,
dan bersemayam di titik nadir terendah.
Kan kudobrak tembok kemustahilan,
Kan kuterpa badai cercaan,
dan kan kubiarkan hatimu singgah, di pelataran jiwaku...
Ya, aku mengaguminya. Sungguh sangat mengaguminya. Ini puisi terindah untuk wanita terindah dalam hidupku, Syaneera Ajmeela. Dia punya nama yang indah, seindah tubuhnya. Seindah matanya yang selalu memberikan keteduhan di hatiku. Seindah bibirnya yang senantiasa berujar lembut. Seindah rambutnya yang berkilau hitam bak langit di malam hari. Dan seindah hatinya yang tak pernah mengukir goresan hitam dalam sejarah kehidupan.
Syaneera, dia sahabatku. Dia selalu menjadi orang pertama yang mengetahui segala hal buruk tentangku. Dia yang selalu menopangku saat aku merasa jatuh dan sulit untuk bangkit Kembali. Dia juga yang selalu menjadi tempat berbagi cerita dan menumpahkan keluh kesah saat Papa dan Mama bertengkar untuk kesekian kalinya.
Aku benci saat mendengar suara-suara perabotan rumah berdentingan di lantai. Aku benci merasakan getaran hebat pada dinding rumah karena hentakan tangan Papa. Aku benci menyaksikan Papa yang sering memukuli Mama, menyakiti Mama lahir dan batin. Aku juga benci mendengar isak tangis Mama yang telah kehabisan kata menghadapi kerasnya Papa. Intinya, aku benci Papa. Ia adalah lelaki berhati iblis. Iblis yang memakai jubah manusia.
Dan saat aku merasa sangat terpuruk, hanya Syaneera yang dengan tulus mengulurkan tangannya untuk mengobati lukaku, menyediakan pundaknya untuk kusinggahi dan kubasahi dengan aliran air mata. Hanya Syaneera yang mau menyisihkan waktunya untuk sekedar menghapus dukaku.
Aku mencintai Syaneera melebihi cintaku pada diriku sendiri. Kemuliaan hatinya dan keanggunan jiwanya telah melunakkan kerasnya hati seorang anak dari sebuah keluarga yang berantakan. Tapi, Syaneera adalah sahabatku. Dan aku tak mungkin mengungkapkan rasa cintaku padanya lewat alunan kata. Aku tak ingin menghianati persahabatan ini. Aku sungguh takut kehilangan dia, karena hanya dia yang mengerti betapa rapuhnya aku. Hanya dia yang mampu mengubah ukiran luka di hati menjadi sebingkai senyum di bibir. Hanya dia yang mampu menawarkan tetesan air kesejukan pada tandusnya jiwaku. Dan hanya dia yang mampu melengkapi lubang di hatiku.
Sekarang aku bingung sendiri. Aku tak tau bagaimana mengatasi masalah ini. Biasanya setiap ada masalah, selalu Syaneera yang memberi solusi dan menemukan jalan keluar. Lantas untuk masalah ini, bagaimana? Jalan keluar satu-satunya adalah aku harus mengungkapkan rasa ini tak sekedar lewat puisi, tapi ... ah, Syaneera tak mungkin diam saja bila mengetahui hal ini. Aku yakin Ia akan murka, dan kemudian pergi meninggalkanku. Dan jujur aku belum siap untuk kehilangan Syaneera, wanita terindahku.
Lagi dan lagi, suara-suara itu mengusik ketenanganku. Mengusik hidupku. Pintu berdebam kencang, Papa ngamuk lagi. Setelah jutaan tetes minuman haram itu mengaliri tubuhnya, Ia tak bisa memgendalikan emosinya. Suara itu sungguh mengiris kupingku. Sendok-sendok berdenting berceceran di lantai. Suara menukik piring yang melayang dari tangan Papa menuju lantai sungguh menyakitkan. Mama menangis lagi. Dan melihat aliran hangat itu menetes dari mata Mama, Papa semakin menggila. Ia mulai memukuli Mama, memukul lagi, dan lagi.
Aku keluar dari kamarku. Kubanting pintu dengan kerasnya. Aku penat dengan semua ini. Aku lelah! Lebih baik aku pergi, menemui Syaneera.
"Heii, anak sialan! Mau kemana, Lu?" hardik Papa saat melihat aku keluar dari kamar dengan wajah gusar. Aku hanya diam tak menggubris.
Dan aku berlalu saja, lewat di hadapan matanya seperti melewati batu di atas butiran tanah.
"Hei, anak sialan! Awas Lu ya, nggak ada sopan-sopannya sama orang tua! Dasar anak nggak bener! Sini Lu, gue bunuh!" celoteh Papa kian tak terkendali.
"Papa, cukup!" Dari balik pintu aku masih bisa mendengar suara Mama. Dan suara berdebam itu terdengar semakin kencang. Aku tak peduli lagi dengan apa yang terjadi. Aku benci dengan Papa yang selalu main kasar, terlalu keras dan tak punya hati. Tapi aku juga tak bisa berempati pada Mama yang tak berani mengambil keputusan untuk berpisah dengan Papa. Untuk apa mempertahankan pernikahan jika hati terus terluka. Apa Mama tak pernah memikirkan itu? Bahwa keberadaan Papa bukan hanya membuat dirinya terluka, tapi juga ada aku yang ikut merasakan sakitnya.
Seandainya bisa memilih, aku lebih memilih untuk tidak dilahirkan. Aku seperti penuh kebimbangan, di satu sisi aku Tak suka laki-laki yang jahat seperti Papa, yang hanya bisa menyakiti hati perempuan. Tapi aku juga tidak bisa mentolelir perempuan seperti Mama, yang begitu lemah dan selalu diam saat ditindas dan tersakiti.
Dan aku melesat kencang di kegelapan malam, meninggalkan rumah. Meninggalkan Papa dengan sejuta uneg-unegnya. Meninggalkan Mama dengan tetesan air mata yang membanjiri wajahnya.
***
"Syaneera..." aku menahan bendungan air yang terasa hendak tumpah ketika bertemu dengannya.
Melihat mataku yang berkaca-kaca dan menyiratkan kepedihan, Syaneera segera memelukku. Diusap-usapnya punggungku agar aku merasa lebih tenang. Ah...tidak ada orang lain yang bisa memahamiku lebih dari Syaneera.
"Kamu tenang ya, semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Jangan sedih, ada aku di sini," ujar Syaneera lembut.
"Entahlah, aku bosan hidup seperti ini terus."
"Kamu harus kuat. Kamu harus bisa menghadapi semuanya. Jangan lari dari kenyataan. Yakinlah, Tuhan memberikan masalah itu satu paket sama solusinya," Syaneera menasehatiku dengan lembut dan sabar.
Kupandangi wajahnya. Ia membingkai senyum di bibirnya, seakan menyuruhku untuk tetap kuat dan menghadapi semua masalah dengan tersenyum. matanya menyiratkan ketulusan dan kasih sayang. Yaa, hanya kasih sayang sahabat, kurasa. Aah, aku ingin mengungkapkan semuanya. Aku ingin memiliki Syaneera seutuhnya.
Kuseka air mata yang perlahan menetes di pipiku.
"Sya, makasih ya. Kamu selalu bisa kasih kekuatan buat aku." Aku berujar lembut. Kemudian kupeluk Syaneera, erat. Dan terakhir, kukecup keningnya penuh kehangatan, sebagai suatu bentuk rasa sayang yang begitu mendalam.
Mendapati kecupan seperti itu, Syaneera terperangah. Ia seperti merasakan sesuatu yang asing dan aneh. Ia menatapku risih dan berucap lirih, "Natasha...?" Ia tampak ragu dan menatapku penuh tanya.
Oh, Syaneera memanggil namaku. Inilah salah satu alasanku kenapa sejak tadi tak menyebutkan namaku. Karena namaku Natasha Rhameena, dan aku mencintai Syaneera.
#fiksi
Baca juga
Contributor
- Anish
- Kamu tidak akan pernah tau, sampai kamu mengalaminya sendiri
Posting Komentar
Posting Komentar